Kejahatan dan Pelanggaran Mengenai Ketertiban Umum

on Sunday 5 December 2010

A. Arti kejahatan terhadap ketertiban umum
Kata-kata “kejahatan terhadap ketertiban umum” atau misdrijven tegen de openbare orde itu telah dipakai oleh pembentuk undang-undang sebagai nama kumpulan bagi kejahatan-kejahatan, yang olek pembentuk undang-undang telah diatur dalam buku II Bab V KUHP.
Istilah kejahatan berasal dari kata “jahat”, yang artinya sangat tidak baik, sangat buruk, sangat jelek, yang ditumpukan terhadap tabiat dan kelakuan orang. Kejahatan mempunyai sifat yang jahat atau perbuatan yang jahat. Dalam ketentuan pasal 86 KUHP sebagai berikut: “Apabila disebut kejahatan pada umumnya atau suatu kejahatan pada khususnya, maka dalam sebutan itu termasuk juga membantu melakukan kejahatan itu, jika tiada dikecualikan oleh suatu peraturan lain.”
Menurut Profesor Simons, kata-kata ‘kejahatan terhadap ketertiban umum’ yang sifatnya kurang jelas atau vaag itu, oleh pembentuk undang-undang telah dipakai untuk menyebutkan kejahatan-kejahatan, yang menurut sifatnya dapat menimbulkan bahaya bagi ketertiban dan ketentraman umum atau maatschapplijke orde en rust.
Profesor-Profesor van Bemmelen-van Hattum telah menyebut kejahatan-kejahatan yang diatur dalam buku II Bab V KUHP itu sebagai kejahatan-kejahatan terhadap berfungsinya masyarakat dan negara atau misdrijven tegen het functioneren van gemeenschap en staat.
B. Kejahatan terhadap ketertiban umum
1. Tindak pidana menyatakan perasaan permusuhan, kebencian atau merendahkan terhadap pemerintah di depan umum
Tindak pidana ini diatur dalam pasal 154 KUHP, Pasal semacam ini tidak ada dalam KUHP Belanda. Maka, dapat diduga bahwa pemerintah Belanda menganggap bahwa pasal ini khusus perlu di tanah jajahannya tetapi tidak dianggap perlu bagi negaranya sendiri, yaitu Negeri Belanda. Sehingga perbedaan antara KUHP Belanda dan KUHP Indonesia ini adalah bahwa pers di Negeri Belanda lebih leluasa mengkritik pemerintahannya dari pada pers di Indonesia.
Dari rumusan ketentuan pidana yang diatur dalam pasal 145 KUHP terdiri dari unsur-unsur objektif masing-masing yaitu:
a. Di depan umum
b. Menyatakan perasaan
- permusuhan
- kebencian
- merendahkan
c. Terhadap pemerintah Indonesia
Dengan adanya syarat bahwa perasaan tersebut harus dinyatakan di depan umum, kiranya perlu diketahui bahwa pernyataan seperti itu tidak perlu dilakukan di tempat-tempat umum, melainkan cukup jika perasaan tersebut dinyatakan dengan cara sedemikian rupa, hingga pernyataannya itu dapat didengar oleh publik
Pasal 155 lanjutan dari pasal 154, orang dapat mengetahui bahwa tindak pidana yang diatur di dalamnya terdiri dari:
a. Unsur subjektif : dengan maksud agar tulisan atau gambar itu isinya diketahui orang banyak atau diketahui secara lebih luas bagi orang banyak
b. Unsur objektif :
- menyebarluaskan
- mempertunjukkan secara terbuka
- menimpelkan secara terbuka
- suatu tulisan
- suatu gambar
- yang di dalamnya mengandung pernyataan mengenai perasaan: permusuhan, kebencian atau merendahkan.
- terhadap pemerintah Indonesia.
2. Tindak pidana menudai bendera kebangsaan dan lambang Negara Republik Indonesia
Tindak pidana ini diatur dalam pasal 154a. Sebagai mana pasal sebelumnya, pasal 154a ini juga mengandung unsur-unsur objek yaitu:
- menodai
- bendera kebangsaan Republik Indonesia
- lambang negara Republik Indonesia
Jika kehendak untuk menudai bendera kebangsaan atau lambang negara Republik Indonesia ataupun pengetahuan pelaku tentang bendera atau lambang negara Republik Indonesia itu tidak dapat dibuktikan maka hakim harus memberikan putusan pembebasan dari tuntutan hukum bagi pelaku.
3. Tindak pidana menyatakan perasaan permusuhan, kebencian atau merendahkan terhadap satu atau lebih golongan penduduk Indonesia di depan umum
Kejahatan ini termuat dalam pasal 156 KUHP, sama halnya dengan pasal sebelumnya pasal inipun terdir dari unsur-unsur objektif, masing-masing unsur:
- di depan umum
- menyatakan atau memberikan pernyataan
- mengenai perasaan permusuhan, kebencian atau tindakan
- terhadap satu atau lebih dari satu golongan penduduk Indonesia.
Walaupun undanng-undanng tidak mensyaratkan keharusan adnya unsur kesengajaan pada diri pelaku, kiranya sudah cukup jelas bahwa tindak-tindak pidana yang diatur dalam pasal 156 KUHP itu harus dilakukan dengan sengaja. Itu berarti bahwa pelaku telah memenuhi unsur tindak pidana yang diatur dalam pasal 156 KUHP, maka disidang pengadilan yang memeriksa pelaku, harus dapat dibuktikan:
- Bahwa pelaku telah menghendaki “memberikan pernyataan” mengenai perasaan permusuhan kebencian atau merendahkan terhadap satu atau beberapa golongan penduduk di Indonesia
- Bahwa pelaku mengetahui, percataan itu merupakan pernyataan mengenai perasaan permusuhan, kebencian terhadap satu atau beberapa golongan penduduk di Indonesia.
Jika kehendak atau pengetahuan pelaku tidak dapat dibuktikan, maka hakim harus memutuskan “pembebasan dari tuntutan hukum bagi pelaku”.
4. Tindak pidana dengan sengaja di depan umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuaran, yang bersifat bermusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut orang di Indonesia
Tindak pidana ini diatur dalam pasal 156a KUHP yang pertama terdiri dari:
a. Unsur subjektif: dengan sengaja
b. Unsur-unsur objektif:
- di depan umum
- mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan
- yang bersifat bermusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia
Tindak pidana kedua yang diatur dalam pasal 156a KUHP terdiri dari:
a. Unsur-unsur subjektif:
- dengan sengaja
- dengan maksud supaya orang tidak menganut agama apapun juga yang bersendikan ke-Tuhanan Yang Maha Esa
b. Unsur-unsur objektif:
- di depan umum
- mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan
Itu berarti bahwa di sidang pengdilan yang memeriksa perkara pelaku harus dapat dibuktikan:
a. bahwa pelaku telah ‘menghendaki’ mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan
b. bahwa pelaku ‘mengetahui’ perasaan yang ia keluarkan atau perbuatan yang ia lakukan itu telah terjadi di depan umum
c. bahwa pelaku ‘mengetahui’ perasaan yang ia keluarkan atau perbuatan yang ia keluarkan itu sifatnya bermusuhan, penyalahgunaan atau penodaan
d. bahwa pelaku ‘mengetahui’ perasaan bermusuhan penyalahgunaan atau penodaan itu telah ditujukan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia.
Jika ‘kehendak’ atau salah satu ‘pengetahuan’ pelaku ternyata tidak dapat dibuktikan maka hakim harus memberikan putusan bebas bagi pelaku.
5. Tindak pidana menyebarluaskan, ........

Untuk lebih lengkapnya klik disini


0 comments: