A. Definisi hukum pidana menurut beberapa pakar hukum
Beberapa pendapat pakar hukum dari barat (eropa) mengenai Hukum Pidana, antara lain:
1. Pompe, menyatakan bahwa hukum pidana adalah keseluruhan aturan ketentuan hukum mengenai perbuatan-perbuatan yang dapat dihukum dan aturan pidananya.
2. Alpedoorn, menyatakan bahwa hukum pidana dibedakan dan diberikan arti:
Hukum pidana materiil yang menunjuk pada perbuatan pidana dan yang oleh sebab perbuatan itu dapat dipidana, dimana perbuatan pidana itu mempunyai dua bagian, yaitu:
a. Bagian objek merupakan suatu perbuatan atau sikap yang bertentangan dengan hukum pidana positif , sehingga bersifat melawan hukum yang menyebabkan tuntutan hukum dengan ancaman pidana atas pelanggaranya.
b. Bagian subjektif merupakan kesalahan yang menunjuk pada prilaku untuk dipertanggungjawabkan menurut hukum.
Hukum pidana formal yang mengatur cara bagaimna hukum pidana materiil dapat ditegakkan.
3. D. Hazewinkel-suringa, dalam bukunya membegi hukum pidana dalam arti:
a. Objektif (ius poenale), yang meliputi:
1) Perintah dan larangan yang pelanggarnya diancam dengan sanksi pidana oleh badan yang berhak.
2) Ketentuan-ketentuan yang mengatur upaya yang dapat digunakan, apabila norma itu dilanggar, yang dinamakan hukum Panitensier.
b. Subjektif (ius puniendi), yaitu hak negara menurut hukum untuk menuntut pelanggaran delik dan untuk menjatuhkan serta melaksanakan pidana.
4. Vos, menyatakan bahwa hukum pidana diberikan dalam arti bekerjanya sebagai:
a. Peraturan hukum objektif (ius poenale)yang dibagi menjadi:
1) Hukum Pidana militer yaitu peraturan tentang syarat-syarat bilamana, siapa dan bagaiman sesuatu dapat dipidana.
2) Hukum pidana formal hukum acara pidana.
b. Hukum subjektif (ius punaenandi), yaitu meliputi hukum yang memberikan kekuasaan untuk menetapkan ancaman pidana, menetapkan putusan dan melaksanakan pidana yang hanya dibebenkan kepada negara atau pejabat yang ditunjuk untuk itu.
c. Hukum pidana umum (algemene strafrechts), yaitu hukum pidana yang berlaku bagi semua orang.
d. Hukum pidana khusus (byzondere strafrechts), yaitu dalam bentuk ius speciale sebagai seperti hukum pidana militer, dan sebagai ius singulare seperti hukum pidana fiscal.
5. Algrajanssen, menyatakan bahwa hukum pidana adalah alat yang dipergunakan oleh seorang penguasa (hakim)untuk memperingati mereka yang telah melakukan suatu perbuatan yang tidak dibenarkan, reaksi dari penguasa tersebut mencabuat kembali sebagian dari perlindungan yang seharusnya dinikmati oleh terpidana atas nyawa, kebebasan dan harta kekayaan, yaitu seandainya ia telah melakukan suatu tindak pidana.
Beberapa pendapat pakar hukum Indonesia mengenai hukum pidana, antara lain sebagai berikut:
1. Moelkatno mengatakan bahwa hukum pidana adalah bagian darai keseluruhan hukum yang berlaku di suatu negara, yang mengadakan dasar-dasar dan aturan untuk:
a. Menentukan perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan, yang dilarang, yang disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa melanggara larangan tersebut.
b. Menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada mereka yang melanggar larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhkan pidana sebagaimna yang telah diancamkan.
c. Menentukan dengan cara bagaimna pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan apabila ada orang yang disangka telah melanggar larangan tersebut.
2. Satochid Kartanegara, bahwa hukum pidana dapat dipandang dari beberapa sudaut, yaitu:
a. Hukum pidana dalam arti objektif, yaitu sejumlah peraturan yang mengandung larangan-larangan atau keharusan-keharusan terhadap pelanggarannya yang diancam dengan hukuman.
b. Hukum pidana dalam arti subjektif, yaitu sejumlah peraturan yang mengatur hak negara untuk menghukum seseorang yang melakukan perbuatan yang dilarang.
3. Soedarto, mengatakan bahwa hukum pidana merupakan sistem sanksi yang negatif, ia diterapkan, jika sarana lain sudah tidak memadai, maka hukum pidana dikatakan mempunyai fungsi, yang subsider. Pidana termasuk juga tindakan (maatregelen), bagaimanapun juga merupakan suatu penderitaan, suatu yang dirasakan tidak enak oleh orang lain yang dikenai, oleh karena itu, hakikat dan tujuan pidana dan pemidanaan, untuk memberikan alasan pembenaran (justification) pidana itu.
4. Martiman Prodjohamidjojo, hukum pidana adalah bagian dari keseluruhan hukum yang berlaku di suatu negara, yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan tertentu:
a. Menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan, yang dilarang, dengan disertai ancaman dan sanksi pidana tertentu bagi siapa saja yang melanggarnya.
b. Menentukan kapan dan dalam hal apa kepada mereka yang telah melakukan larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimna yang telah diancamkan.
c. Menentukan dengan cara bagaimna pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan apabila orang yang diduga telah melanggar ketentuan tersebut.
5. Roeslan Saleh, mengatakan bahwa setiap perbuatan yang oleh masyarakat yang dirasakan sebagai perbuatan yang tidak boleh atau tidak dapat dilakukan sehingga perlu adanya penekanan pada perasaan hukum masyarakat. Oleh karena itu, suatu perbuatan pidana berarti perbuatan yang menghambat atau pertentangan dengan tercapainya tatanan dalam pergaulan yang dicita-citakan masyarakat. Sehingga isis pokok dari hukum pidana itu dapat disimpulkan sebagai berikut:
a. Hukum pidana sebagai hukum positif.
b. Substansi hukum pidana adalah hukum yang menentukan tentang perbuatan pidana dan menentukan tentang kesalahan bagi pelakunya.
6. Bambang Poernomo, mengatakan bahwa hukum pidana adalah hukuman sanksi. Definisi ini diberikan berdasarkan ciri-ciri hukum pidana yang membedakan dengan lapangan hukum yang lain, yaitu bahwa hukum pidana sebenarnya tidak mengadakan norma sendiri melainkan sudah terletak pada lapangan hukum yang lain, dan sanksi diluar hukum pidana. Secara tradisional definisi hukum pidana dianggap benar sebelum hukum pidana berkembang dengan pesat.
7. Teguh Prasetyo, menyatakan bahwa hukum pidana adalah ssekumpulan peraturan hukum yang dibuat oleh negara, yang isinya berupa larangan maupun keharusan sedang bagi pelanggar terhadap larangan dan keharusan tersebut dikenakan sanksi yang dapat dipaksakan oleh negara.
Hukum pidana merupakan bagian dari hukum publik yang berisi ketentuantentang:
1. Aturan hukum pidana dan larangan melakukan perbuatan tertentu yang disertai dengan ancaman berupa sanksi pidana bagi yang melangar larangan itu. Aturan umum hukum pidana dapat dilihat dalam KUHP maupun yang lainnya.
2. Syarat-syarat tertentu yang harus dipenuhi bagi sipelanggar untuk dapat dijatuhkannya sanksi pidana. Berisi tentang:
a. Kesalahan/schuld.
b. Pertanggung jawaban pidana pada si pembuat/toerekeningsvadbaarheid.
Dalam hukum pidana asas geen straf zonder schuld (tiada pidana tanpa kesalahan), artinya seorang dapat dipidana apabila perbuatannya nyata melanggar larangan hukum pidana. Hal ini diatur pada pasal 44 KUHP tentang tidak mampu bertanggung jawab bagi si pembuat atas perbuatannya, dan pasal 48 KUHP tentang tidak dipidananya si pembuat karena dalam keadaan daya paksa (overmacht), kedua keadaan ini termasuk dalam “alasan penghapus pidana”, merupakan sebagian dari bab II buku II KUHP.
3. Tindakan dan upaya yang harus dilakukan negara melalui aparat hukum terhadap tersangka/terdakwa sebagai pelanggar hukum pidana dalam rangka mentukan menjatuhkan dan melaksanakan sanksi pidana terhadap dirinya serta upaya-upaya yang dapat dilakukan oleh tersangka/terdakwa dalam usaha mempertahankan hak-haknya. Dikatakan sebagai hukum pidana dalam arti bergaerak (formal) memuat aturan tentang bagaimana negara harus berbuat dalam rangka menegakkan hukum pidana dalam arti diam (materiil) sebagaimna dilihat dalam huruf a dan b diatas.
B. Tujuan hukum pidana
Mengenai tujuan hukum pidana dikenal dua aliran, yaitu:
Mengenai tujuan hukum pidana dikenal dua aliran, yaitu:
1. Untuk menakut-nakuti setiap orang jangan sampai melakukan perbuatan yang tidak baik (aliran klasik)
2. Untuk mendidik orang yang telah pernah melakukan perbuatan tidak baik menjadi baik dan dapat diterima kembali dalam kehidupan lingkungan (aliran modern).
Menurut aliran klasik tujuan hukum pidana untuk melindungi individu dari kekuasaan penguasa atau negara. Sebaliknya menurut aliran modern mengajarkan tujuan hukum pidana untuk melindungi masyarakat terhadap kejahatan, dengan demikian hukum pidana harus memeperhatikan kejahatan dan keadaan penjahat, maka aliran ini mendapat pengaruh dari perkembangan kriminologi.
Vos memandang perlu adanya aliran ketiga, yang merupakan kompromi aliran klasik dan aliran modern. Dalam rancangan KUHP juli tahun 2006, tujuan pemidanaan ditentukan dalam pasal 51, yaitu: pemidanaan bertujuan:
1. Mencegah dilakukannya tindak pidana dengan menegakkan norma hukum demi pengayoman masyarakat,
2. Memasyarakatkan terpidana dengan mengadakan pembinaan sehingga menjadi orang yang baik dan berguna,
3. Menyelesaikan konflik yang ditimbulkan oleh tindak pidana, memulihkan keseimbangan, dan mendatangkan rasa damai dalam masyarakat,
4. Membebaskan rasa bersalah pada terpidana.
Untuk mencapai tujuan pemidanaan dikenal tiga teori, yaitu:
1. Teori pembalasan, diadakannya pidana adalah untuk pembalasan. Teori ini dikenal pada akhir ke-18 dengan pengikut Immanuel Kant, Hegel, Herbert, dan Stahl. Adapun masing-masing pemikirannya dalah sebagai berikut:
a. Immanuel mempunyai jalan pikiran bahwa perbuatan jahat itu akan menimbulkan ketidak adilan. Oleh karena itu, sang pelakunya pun harus merasakan sebuah ketidak adilan dengan wujut nestapa (derita).
b. Hegel mempunyai jalan pikiran bahwa hukum yang tersendikan keadilan merupakan sebuah kenyataan. Apabila seseorang tersebut melakukan kejahatan, maka dapat dikategorikan sebagai bentuk penyangkalan dari adanya hukum yang tersendikan keadilan itu. Dengan pertimbangan ini, akan merupakan suatu yang wajar apabila sang pelakunya pun harus merasakan (dilengkapkan) dari keadilan tersebutberupa penjatuhan pidana bagi sang pelakunya tadi.
c. Herbath mempunyai jalan pikiran bhwa seorang yang melakukan kejahatan, berarti dirinya akan menyebabkan adanya tidak rasa puas bagi masyarakat umum. Sehingga kepuasan masyarkat tersebut harus dipulihkan kembali dengan jalan menjatuhkan pidana kepada pihak (seseorang) yang telah menyebabkan ketidak puasan tadi.
d. Stahl mempunyai jalan pikiran bahwa tuhan menciptakan negara sebagai wakilnya dalam menyelenggarakan ketertiban hukum di dunia ini. Konsekuensinya apabila ada seseorang yang melakukan kejahatan berarti dirinya telah tidak membuat tertib hukum di dunia ini. Untuk mengembalikan ketertiban tersebut, maka penjahat harus menerima sanksi pidana karena perbuatannya.
2. Teori tujuan atau relatif, jika teori absolut melihat kepada kesalahan yang sudah dilakukan, sebaliknya teori-teori relatif ataupun tujuan berusaha untuk mencegah kesalahan pada masa mendatang, dengan perkataan lain pidana merupakan sarana untuk mencegah kejahatan, oleh karena itu juga sering disebut teori prevensi, yang dapat kita tinjau dari dua segi, yaitu prevensi umum dan prevensi khusus. Dengan dijatuhkannya sanksi pidana diharapkan penjahat potensial mengurungkan niatnya, karena ada perasaan takut akan akibat yang dilihatnya, jadi ditujukan kepada masyarakat pada umumnya. Sedangkan prevensi khusus ditujukan kepada pelaku agar ia tidak mengulangi perbuatan jahatnya.
3. Teori gabungan, gabungan dari teori di atas.
Tujuan hukum pidana ini sebenarnya mengandung makna pencegahan terhadap gejala-gejala sosial yang kurang sehat di samping pengobatan bagi yang sudah terlanjur tidak berbuat baik. Jadi hukum pidana, ialah ketentuan-ketentuan yang mengatur dan membatasi tingkah laku manusia dalam meniadakan pelanggaran kepentingan umum, akan tetapi kalau di dalam kehidupan ini masih ada manusia yang melakukan perbuatan yang tidak baik yang kadang-kadang merusak lingkungan hidup manusia lain, sebenarnya sebagai akibat dari moralitas individu.
Mengenai tujuan hukum pidana dikenal dua aliran, yaitu:
1. Untuk menakut-nakuti setiap orang jangan sampai melakukan perbuatan yang tidak baik (aliran klasik)
2. Untuk mendidik orang yang telah pernah melakukan perbuatan tidak baik menjadi baik dan dapat diterima kembali dalam kehidupan lingkungan (aliran modern).
Menurut aliran klasik tujuan hukum pidana untuk melindungi individu dari kekuasaan penguasa atau negara. Sebaliknya menurut aliran modern mengajarkan tujuan hukum pidana untuk melindungi masyarakat terhadap kejahatan, dengan demikian hukum pidana harus memeperhatikan kejahatan dan keadaan penjahat, maka aliran ini mendapat pengaruh dari perkembangan kriminologi.
Vos memandang perlu adanya aliran ketiga, yang merupakan kompromi aliran klasik dan aliran modern. Dalam rancangan KUHP juli tahun 2006, tujuan pemidanaan ditentukan dalam pasal 51, yaitu: pemidanaan bertujuan:
1. Mencegah dilakukannya tindak pidana dengan menegakkan norma hukum demi pengayoman masyarakat,
2. Memasyarakatkan terpidana dengan mengadakan pembinaan sehingga menjadi orang yang baik dan berguna,
3. Menyelesaikan konflik yang ditimbulkan oleh tindak pidana, memulihkan keseimbangan, dan mendatangkan rasa damai dalam masyarakat,
4. Membebaskan rasa bersalah pada terpidana.
Untuk mencapai tujuan pemidanaan dikenal tiga teori, yaitu:
1. Teori pembalasan, diadakannya pidana adalah untuk pembalasan. Teori ini dikenal pada akhir ke-18 dengan pengikut Immanuel Kant, Hegel, Herbert, dan Stahl. Adapun masing-masing pemikirannya dalah sebagai berikut:
a. Immanuel mempunyai jalan pikiran bahwa perbuatan jahat itu akan menimbulkan ketidak adilan. Oleh karena itu, sang pelakunya pun harus merasakan sebuah ketidak adilan dengan wujut nestapa (derita).
b. Hegel mempunyai jalan pikiran bahwa hukum yang tersendikan keadilan merupakan sebuah kenyataan. Apabila seseorang tersebut melakukan kejahatan, maka dapat dikategorikan sebagai bentuk penyangkalan dari adanya hukum yang tersendikan keadilan itu. Dengan pertimbangan ini, akan merupakan suatu yang wajar apabila sang pelakunya pun harus merasakan (dilengkapkan) dari keadilan tersebutberupa penjatuhan pidana bagi sang pelakunya tadi.
c. Herbath mempunyai jalan pikiran bhwa seorang yang melakukan kejahatan, berarti dirinya akan menyebabkan adanya tidak rasa puas bagi masyarakat umum. Sehingga kepuasan masyarkat tersebut harus dipulihkan kembali dengan jalan menjatuhkan pidana kepada pihak (seseorang) yang telah menyebabkan ketidak puasan tadi.
d. Stahl mempunyai jalan pikiran bahwa tuhan menciptakan negara sebagai wakilnya dalam menyelenggarakan ketertiban hukum di dunia ini. Konsekuensinya apabila ada seseorang yang melakukan kejahatan berarti dirinya telah tidak membuat tertib hukum di dunia ini. Untuk mengembalikan ketertiban tersebut, maka penjahat harus menerima sanksi pidana karena perbuatannya.
2. Teori tujuan atau relatif, jika teori absolut melihat kepada kesalahan yang sudah dilakukan, sebaliknya teori-teori relatif ataupun tujuan berusaha untuk mencegah kesalahan pada masa mendatang, dengan perkataan lain pidana merupakan sarana untuk mencegah kejahatan, oleh karena itu juga sering disebut teori prevensi, yang dapat kita tinjau dari dua segi, yaitu prevensi umum dan prevensi khusus. Dengan dijatuhkannya sanksi pidana diharapkan penjahat potensial mengurungkan niatnya, karena ada perasaan takut akan akibat yang dilihatnya, jadi ditujukan kepada masyarakat pada umumnya. Sedangkan prevensi khusus ditujukan kepada pelaku agar ia tidak mengulangi perbuatan jahatnya.
3. Teori gabungan, gabungan dari teori di atas.
Tujuan hukum pidana ini sebenarnya mengandung makna pencegahan terhadap gejala-gejala sosial yang kurang sehat di samping pengobatan bagi yang sudah terlanjur tidak berbuat baik. Jadi hukum pidana, ialah ketentuan-ketentuan yang mengatur dan membatasi tingkah laku manusia dalam meniadakan pelanggaran kepentingan umum, akan tetapi kalau di dalam kehidupan ini masih ada manusia yang melakukan perbuatan yang tidak baik yang kadang-kadang merusak lingkungan hidup manusia lain, sebenarnya sebagai akibat dari moralitas individu.
0 comments:
Post a Comment