Peniadaan Pidana

on Wednesday, 12 September 2012


A. KUHP Indonesia
Pembentuk Undang Undang dalam beberapa rumusan tindak pidana merumuskan alasan penghapusan pidana, yaitu keadaan khusus yang maksudnya ( yang harus dikemukakan “ tetapi tidak harus dibuktikan “ oleh terdakwa dan apabila dipenuhi, menyebabkan “ meskipun terhadap semua unsur tertulis dari rumus delik telah dipenuhi tidak dapat di jatuhkan pidana.
Selain itu pembentuk Undang Undang telah menetapkan sejumlah alasan penghapus pidana umum dalam Buku I KUHP WvS Indonesia, dan di samping itu, melalui Pasal 103 KUHP WvS juga meliputi semua delik/tindak pidana diluar KUHP, kecuali apabila dalam undang undang dalam arti formal terdapat aturan yang menyimpang.
Selanjutnya  menurut sistematika KUHP WvS Indonesia, masalah peniadaan, pengurangan dan penambahan pidan, ditempatkan dibawah satu judul bab, yaitu Bab III buku I. Namun demikian, ada juga masalah di atas diatur di dalam bab-bab tertentu lainya.
Masalah alasan penghapus pidana ini dalam bukunya D.Schaffmeister tentang Hukum Pidana dibagi ke dalam dua kelompok yaitu:
  • Menurut Undang-undang
  • Menurut Peradilan dan Ilmu Pengetahuan
Alasan penghapus pidana umum menurut undang-undang adalah sebagai berikut:
  • Tidak mampu bertanggung jawab
  • Daya paksa dan keadaan darurat
  • Pembelaan terpaksa dan pembelaan terpaksa melampaui batas
  • Melaksanakan peraturan perundang-undangan
  • Menjalankan perintah jabatan
Dalam praktik peradilan dan ilmu pengetahuan (doktrin) terdapat alasan penghapus pidana umum diluar undang-undang yaitu sebagai berikut
  • Izin
  • Tidak ada sama sekali sifat tercela
  • Tidak ada sifat melawan hukum materil
Dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana Indonesia alasan peniadaan pidana di atur dalam Buku I ketentuan umum,yang mengatur mengenai:
  • Tidak mampu bertanggung jawab karena jiwanya cacat atau terganggu karena penyakit (Pasal 44)
  • Daya paksa (Pasal 48)
  • Pembelaan paksa (Pasal 49)
  • Melaksanakan ketentuan Undang-undang (Pasal 50)
  • Melaksanakan perintah jabatan (Pasal 51)
  • Percobaan kejahatan dipidana (Pasal 53)
  • Percobaan terhadap pelanggaran tidak dipidana (Pasal 54)
  • Membantu melakukan kejahatan dipidana (Pasal 56)
  • Membantu melakukan pelanggaaran tidak dipidana (Pasal 60)
Dalam KUHP ada tindak pidana tertentu yang dapat dituntut apabila syarat-syarat penuntutan dipenuhi. Tindak pidana tersebut adalah delik pers yang diatur dalam Pasal 61 dan 62 KUHP dan juga diatur juga mengenai delik aduan di dalam Pasal 72, 75 KUHP Indonesia.
PENGHAPUSAN DAN PENGHILANGAN PERBUATAN PIDANA (Peniadaan Pidana Pasal 44 – 52 KUHP)
Dalam ilmu hukum pidana alasan penghapus pidana dibedakan dalam: :
  • Alasan penghapusan pidana umum adalah alasan penghapus pidana yang berlaku umum untuk setiap tindak pidana dan  disebut dalam pasal 44, 48 - 51 KUHP
  • Alasan penghapus pidana khusus adalah alasan penghapus pidana yang berlaku hanya untuk tindak pidana tertentu. Misalnya pasal 122, 221 ayat (2), 261, 310, dan 367 ayat (1) KUHP.
Terdapat keadaan-keadaan khusus yang menyebabkan suatu perbuatan yang pada umumnya merupakan tindak pidana, kehilangan sifat tindak pidana, sehingga si pelaku bebas dari hukuman pidana. Pembahasan ini dalam KUHP diatur dalam title III dari buku I KUHP, yaitu pasal 44 – 51. akan tetapi dalam praktek hal ini tidak mudah, banyak kesulitan dalam mempraktekkan ketentuan-ketentuan dalam KUHP ini.
Dalam teori hukum pidana alas an-alasan yang menghapuskan pidana ini dibedakan menjadi 3 :
  • Alasan pembenar adalah alasan yang menghapuskan sifat melawan hukumnya perbuatan, sehingga apa yang dilakukan oleh terdakwa lalu menjadi perbuatan yang patut dan benar. Tertera dalam pasal 49 (1), 50, 51 (1).
  • Alasan Pemaaf adalah alasan yang mengahpuskan kesalahan terdakwa, tetap melawan hukum jadi tetap merupakan perbuatan pidana, tapi dia tidak dipidana, karena tak ada kesalahan. Tercantum dalam pasal 49 (2), 51 (2).
  • Alasan penghapus penuntutan adalah peran otoritas dari pemerintah, pemerintah menganggap bahwa atas dasar utilitas atau kemanfaatannya kepada masyarakat, sebaiknya tidak diadakan penuntutan demi kepentingan umum. Contoh : pasal 53 KUHP, kalau terdakwa dengan sukarela mengurungkan niatnya percobaan untuk melakukan suatu kejahatan.
1. Memaafkan Pelaku( Fait D’Excuse )
Pasal 44 ayat 1 KUHP yang menyatakan tidak dapat dihukum seorang yang perbuatannya tidak dapat dipertanggungjawabkan kepada orang itu berdasar bertumbuhnya atau ada gangguan penyakit pada daya piker seorang pelaku.
Istilah tidak dapat dipertanggungjawabkan (niet kan worden toe gerekend) tidak dapat disamakan dengan “tidak ada kesalahan berupa sengaja atau culpa”. Yang dimaksud disini adalah berhubung dengan keadaan daya berpikir tersebutr dari si pelaku, ia tidak dapat dicela sedemikian rupa sehingga pantaslah ia dikenai hukuman. Dalam hal ini diperlukan orang-orang ahli seperti dokter spesialis dan seorang psikiater. Akan tetapi kenyataannya adalah bahwa seorang yang gila melakukan perbuatan yang sangat mengerikan sehingga dia pantas mendapat hukuman, lebih-lebih apabila pelaku kejahatan pura-pura menjadi orang gila. Bagaimana dengan orang yang mabuk? Orang mabuk dapat lepas dari hukuman. Namun dapat juga terkena hukuman, dilihat dari kadar mabuknya dan keadaannya.
Pasal 44 ayat 2 KUHP, apabila hakim memutuskan bahwa pelaku berdasar keadaan daya berpikir tersebut tidak dikenakan hukuman, maka hakim dapat menentukan penempatan si pelaku dalam rumah sakit jiwa selama tenggang waktu percobaan, yang tidak melebihi satu tahun. Hal ini bukan merupakan hukuman akan tetapi berupa pemeliharaan.
2. Penentuan Orang yang Belum Dewasa
Pasal-pasal 45, 46 dan 47 KUHP memuat peraturan khusus untuk orang belum dewasa sebagaiberikut:
Pasal 45 :
Dalam penuntutan di muka hakim pidana dari seorang yang belum dewasa, tentang suatu perbuatan yang dilakukan sebelum orang itu mencapai usia 16 tahun, maka pengadilan dapat :
a. Memerintahkan, bahwa si bersalah akan dikembalikan kepada orang tua, wali, atau pemelihara, tanpa menjatuhkan hukuman pidana.
b. Apabila perbuatannya masuk golongan “kejahatan” atau salah satu dari “pelanggaran-pelanggaran” yang termuat dalam pasal 489, 490, 492, 496, 497, 503-505, 517-519, 526, 531, 532, 536 dan 540. dan lagi dilakukan sebelum 2 tahun setelah penghukuman orang itu karena salah satu dari pelanggaran-pelanggaran tersebut atau karena suatu kejahatan, memerintahkan, bahwa si terdakwa diserahkan di bawah kekuasaan pemerintah, tanpa menjatuhkan suatu hukuman pidana.
c. Menjatuhkan suatu hukuman pidana.
Pasal 46 :
a. Apabila pengadilan memerintahkan agar si terdakwa diserahkan kekuasaan pemerintah, maka terdakwa dapat dimasukkan ke lembaga pemerintah dan oleh pemerintah dididik seperlunya. Atau dapat diserahkan kepada seorang penduduk Indonesia atau suatu yayasan atau lembaga social sampai si terdakwa mencapai umur usia 18 tahun.
b. Ketentuan-ketentuan untuk melaksanakan ayat 1 ini akan dimuat dalam suatu Undang-undang.
Pasal 47 :
a. Apabila terdakwa dijatuhi hukuman oleh pengadilan, mak maksimum hukumannya dikurangi sepertiga.
b. Apabila terdakwa dihukum perihal suatu kejahatan, yang dapat dijatuhi hukuman mati atau hukuman seumur hidup, maka maksimum hukumannya menjadi hukuman penjara selama 15 tahun.
c. Tidak boleh dijatuhkan hukuman-hukuman tambahan dari pasal 10 di bawah huruf b, nomor 1 dan 3.
3. Hal Memaksa (Overmacht)
Pasal 48 :
“tidaklah dihukum seorang yang melakukan perbuatan, yang didorong hal memaksa”.
Jadi apabila seseorang melakukan tindak kejahatan dalam keadaan terpaksa, maka dia tidak dihukum. Paksaan ini adakalanya bersifat fisik (vis absoluta) dan ada yang bersifat psikis (Vis Compulsiva). Yang dimaksud dalam pasal 48 KUHP adalah paksaan yang bersifat psikis, bukan fisik.
Vis compulsive terbagi menjadi 2 macam :
  • Daya paksa dalam arti sempit (overmacht in enge zin)
  • Keadaan darurat (noodtoestand), antara lain : orang terjepit antara dua kepentingan, orang terjepit antara kepentingan dan kewajiban, ada konflik antara dua kewajiban.
Contoh : seorang A dengan menodong menggunakan pistol menyuruh B untuk mengambil barang milik si C atau untuk memukul C. Maka berdasarkan pasal 48, mereka tidak dikenakan hukuman pidana. Akan tetapi, tidaklah dikatakan bahwa perbuatan tersebut halal, perbuatan itu tetap melanggar hukum. Hanya para pelaku dapat dimaafkan (fait d’execuse).
 4. Keperluan Membela Diri (Noodweer)
Pasal 49 ayat 1 :
“Tidakalah seorang yang melakukan suatu perbuatan, yang diharuskan (geboden) untuk keperluan mutlak membela badan (lijf), kesusilaan (eerbaarheid), atau barang-barang (goed) dari dirinya sendiri atau orang lain, terhadap suatu serangan (aanranding) yang bersifat melanggar hukum (wederrechtlijk) dan yang dihadapi seketika itu (ogenblikklijk) atau dikhawatirkan akan segera menimpa (onmiddelijk dreigend)”.
Missal : A menyerang B dengan menggunakan tongkat untuk memukul B, kemudian B mengambil suatu tongkat pula, sehingga A kewalahan dengan pukulan si B. B mengambil tongkat karena B tidak sempat lari atau dalam keadaan yang sangat mendesak. Dengan alas an membela diri inilah seseorang tidak mendapat hukuman.
Terpaksa dalam melakukan pembelaan ada 3 pengertian :
  • Harus ada serangan atau ancaman serangan
  • Harus ada jalan lain untuk menghalaukan serangan atau ancaman serangan pada saat itu dan harus masuk akal.
  • Perbuatan pembelaan harus seimbang dengan sifatnya serangan.
Adapaun kepentingan-kepentingan yang dapat dilakukan pembelaan adalah :
  • Diri/badan orang.
  • Kehormatan dan kesusilaan
  • Harta benda orang.
Melampaui Batas Membela Diri (Noodweer-Exces)
Pasal 49 ayat 2 KUHP :
“tidaklah kena hukuman pidana suatu pelampauan batas
keperluan membela diri apabila ini akibat langsung dari gerak perasaan, yang disebabkan oleh serangan lawan”.
Pelampauan ini terjadi apabila :
  • Serangan balasan dilanjutkan pada waktu serangan lawan sudah dihentikan.
  • Tidak ada imbangan antara kepentingan yang mula-mula diserang dan kepentingan lawan yang diserang kembali.
Dalam hal ini terdakwa hanya dapat dihindarkan dari pidana apabila hakim menerima aksesnya yaitu “langsung disebabkan oleh kegoncangan jiwa yang hebat”. Hal ini sangat berhubungan dengan perasaan seseorang ketika dihadapkan pada sebuah peristiwa.
Contoh yang sering terjadi di masyarakat adalah pengeroyokan seorang pencuri oleh masyarakat/orang banyak dapat masuk pelampauan batas keperluan membela diri yang memenuhi syarat-syarat dari pasal 49 ayat 2 KUHP. Maka orang-orang yang mengeroyok tidak dapat dihukum. Akan tetapi si pencuri juga berhak membela diri dari pengeroyokan tersebut, apabila dalam membela dirinya pencuri tersebut melukai salah seorang pengeroyok maka si pencuri tidak dapat dihukum atas tuduhan penganiyayaan pasal 351 KUHP.Pelaksanaan Peraturan Hukum Perundang-undangan
Pasal 50 KUHP : tidak dikenakan hukuman pidana seorang yang melakukan perbuatan untuk melaksanakan suatu peraturan hukum perundang-undangan. Maka sbetulnya pasal 50 ini tidak perlu. Kenapa pasal ini tetap dicantumkan dalam KUHP, karena untuk menghilangkan keragu-raguan. Contoh : seorang polisi tidak melakukan tindak-tindak pasal 333 KUHP, yaitu merampas kemerdekaan orang lain, apabila dalam menyelidiki suatu perkara pidana menangkap sorang tersangka.
5. Perintah Jabatan (Ambtelijk Bevel)
Pasal 51 ayat 1 KUHP:
 menyatakan bahwa tidak dikenakan hukuman pidana seorang yang melakukan suatu perbuatan untuk melaksanakan suatu perintah, diberikan oleh seorang atasan yang berwenang untuk memberikan perintah itu.
Pasal 51 ayat 2 KUHP:
menyatakan tidak dikenakan hukuman pidana juga dalam hal ada perintah, dikeluarkan oleh seorang pengusaha yang tidak berwenang untuk itu, namun si pelaku harus mengira secara jujur (te goeder trouw) bahwa perintah itu sah dan beres. Perbuatan yang dilakukan seorang bawahan ini harus dalam lingkungan pekerjaan jabatan.

B. Revised Penal Code of Philipina
Di dalam   Revised Penal Code of Philipina, secara tegas peniadaan pidana di cantumkan dalam Pasal 11 Revised Penal Code dengan titikberatnya karena sifat melawan hukumnya tidak ada atau ditiadakan. Titikberatnya karena sifat melawan hukumnya tidak ada atau ditiadakan ini diberlakukan terhadap perbuatan sebagai berikut:
  • Mempertahankan diri sendiri
  • Mempertahankan diri/hak dari istri/suami atau keluarga
  • Membela orang lain
  • Menghindarkan suatu kejahatan
  • Melaksanakan suatu tugas atau hak
  • Mematuhi suatu perintah dari yang berwenang
Selanjutnya, Pasal 12 Revised Penal Code,. Mengatur peniadaan pidana dengan titikberatnya karena kesalahan petindak tidak ada atau ditiadakan diberlakukan dengan syarat sebagai berikut:
  • Yang dungu atau sakit syaraf
  • Usia dibawah 9 tahun
  • Usia antara 9 tahun dan15 tahun, akan tetapi belum bisa mmbedakan yang baik dan yang buruk
  • Tanpa kesalahan atau kehendak
  • Bertindak di bawah pengaruh daya paksa
  • Bertindak di bawah pengaruh kekuatan
  • Gagal melakukan suatu keharusan menurut Undang-undang, karena dicegah oleh suatu kekuatan yang luar biasa.
Dilihat dari kebijakan perundang-undangan dalam Revised Penal Code of Philipina mengenai peniadaan pidana ini pada umumnya tidak berbeda dengan alasan peniadaan pidana yang diperaktikkan dalam peradilan di Indonesia.

C. Criminal Code of Republik Korea
Peniadaan, pengurangan dan penambahan pidana menurut sistematika Criminal Code, diatur secara tersebar, yang ada di bawah judul berlakunya hukum pidana, dan ada yang dibawah judul tindak pidana, serta ada pula yang dibawah judul pidana.
Peniadaan pidana dalam Criminal Code of Republik Korea, yaitu:
1. Karena tidak mampu bertanggungjawab, dibedakan menjadi:
  • Seseorang yang karena cacat jiwanya tidak dapat membedakan atau mengembalikan kehendaknya yang tidak dipidana.
  • Seseorang yang cacat jiwanya, kurang mampu membedakan atau mengendalikan kehendakya diperinga pidananya
2. Daya paksa diatur dalam Pasal 12.
3. Dalam Pasal 21, 22, dan Pasal 23 yang mengatur tentang bela paksa
Selanjutnya ditentukan bahwa suatu tindakan yang dilakukan karena rasa takut, pendadakn, perasaan tergugah atau bingung di waktu malam, atau dalam keadaan lain luar biasa tidak dipidana.
1. Pembelaan paksa yang  ditujukan untuk mencegah ancaman dan perusakan terhadap kepentingan yang syauh dari seseorang atau orang lain diatur dalam psal 21 CC
2. Mengenai tindakan yang dilakukan untuk menghindarkan bahaya yang mengancam kepentingan yang sah dari diri sendiri atau orang lain dalam Pasal 22 CC
3. Pasal 23 CC, mengatur keadaan tidak memungkinkan
4. Ketentuan Pasal 23 tersebut mengisyaratkan bahwa jika masih ada kesempatan untuk bela diri, dengan menggunakan tangan penguasa, dilarang melakukan pembelaan diri
5. Pasal 20 CC, melaksanakan ketentuan Undang-undang
6. Pasal 9 CC, suatu tindak pidana yang dilakukan seseorang yang belum mencapai umur 14 tahun tidak dipidana.
7. Pasal 13 CC, tindakan yang dilakukan karena tidak mengetahui unsur-unsur esensial dari suatu tindak pidana tidak dipidana
8. Pasal 16 CC, kekeliruan mengenai hukum
9. Pasal 24 CC, mengenai peniadaan pidana atas persetujuan korban
10. Pasal 7 CC, menentukan bahwa: Jika tertuduh telah menjadi menjalani pidana yang dijatuhkan padanya diluar negeri karena suatu tindak pidana, seluruhnya atau sebagian, pemidanaaan baginya di Korea dapat diperingan atau dihapuskan.
11. Dari ketentuan tersebut ditarik kesimpulan bahwa putusan hakim luar negeri walaupun telah dijalani seluruhnya atau sebagian masih ada kemungkinan untuk disidangkan kembali dan dijatuhi piada
12. Pasal 52 CC, penyesalan dan pengakuan secara sukarela dapat meniadakan pidana, jika:
  • Pernyataan penyesalan itu dilakukan dihadapan seseorang pejabat yang berwenang untuk melaksanakan penyidikan suatu tindak pidana.
  • Pengakuan sukarela itu dilakukan kepada pihak yang dirugikan dalam hubungan tindak pidana yang tidak dapat dituntut berhubung keberatan dari pihak yan g dirugikan.
D. The Fundamentals of Soviet Criminal Legislation
Ketentuan-ketentuan dalam FCL, tentang peniadaan pidana aalah sebagai berikut:
  1. Dengan menggunakan interprestasi argimentum a contrario terhadap pasal 3 FCL dapat diketahui: Suatu tindakan tanpa kesalahan (kesengajaan atau kealpaan)
  2. Remaja di bawah umur 14 tahun, atau jika ia berumur antara 14 tahun – 16 tahun, melakukan suatu tindakan yang bukan merupakan perkara pembunuhan, melukai dengan sengaja, perkosaan, perampokan dll, yang mempunyai akibat berat, serta dengan sengaja merusak kereta api.
  3. Namun kepada remaja yang berumur di bawah 18 tahun, jika kejahatan tersebut tidak merupakan bahaya yang sungguh-sungguh terhadap masyarakat di buka kemungkunan Undang-undang untuk tindak pidana, melainkan diterapkan tindakan pendidikan paksa (diatur dalam Pasal 10 FCL).
  4. Pasal 45 FCL, juga memungkinkan pembebasan bagi remaja setelah menjalani 1/3 dari pidananya.
  5. Pelaku yang tidak dapat menyadari atau menguasai tindakannya karena sakit jiwa, lemah jiwa atau ketidakwarasan lainnya (diatur dalam Pasal 11 FCL)
  6. Perlawanan paksa terhadap suatu serangan yang ditujukan kepada kepentingan negara soviet atau masyarakatnya (diatur dalam Pasal 13 FCL).
  7. Melakukan suatu tindakandalam keadaan daya paksa (diatur dalam Pasal 14 FCL).
Perbuatan-perbuatan yang dapat dikatakan merupakan pembenaran untuk melakukan pembelaan antara lain:
  1. Kebolehan pembelaan terhadap kepentingan negara Soviet atau masyarakatnya apabila terjadi serangan.
  2. Kebolehan melakukan suatu tindakan untuk menghindari suatu bahaya yang mengancam kepentingan negara Soviet atau kepentingan masyarakatnya.
  3. Terpidana uang ditangguhkan pelaksanaan pidananya, karena ia dikirim ke medan perang dan ternyata ia adalah pembela tanah air yang tangguh (diatur dalam Pasal 39 FCL).
  4. Terjadinya perubahan keadaan (diatur dalam Pasal 46 FCL)
  5. Amnesty atau penyampingan (diatur dalam Pasal 46 FCL)
E. Penal Code of Malaysia
Di dalam Penal Code of Malaysia masalah peniadaan pidana diatur tidak kurang dari 19 Pasal yang diatuyr dalam Bab IV. Pengecualian yang mementukan bahwa suatu tindakan tidak merupakan tindak pidana. Pasal-pasal tersebut adalah 76 s/d 85, 87 s/d 89, 92 s/d 96, dan 98 PC. Peniadaan pidana, karena hal hal sebagai berikut:
1. Peniadaan pidana, karena pelaku tersebut
  • Dungu
  • Tidak mampu mengetahui hakekat dari tindakanya
  • Tidak mampu mengetahui ia melakukan sesuatau yang salah atua bertentangan dengan hukum (Pasal 84)
2. Peniadaan pidana,karena pelakunya tersebut:
  • Anak di bawah umur 7 tahun (diatur dalam Pasal 82)
  • Anak berumur antara 7 tahun s/d 14 tahun, belum matang, belum mampu membedakan yang baik dan yang jahat (diatur dalam Pasal 83)
  • Seorang yang muda usia, tetapi tidak mempunyai kematangan berfikir (diatur dalam Pasal 98)
3. Jika tindakan dilakukan karena:
  • Menghadapi suatu bencana tanpa kehendak jahat ( Pasal 80 )
  • Dipaksa dengan suatu ancaman yang serius (Pasal 94)
  • Jika tindakan dilakukan karena:
  • Untuk melindungi orang lain atau harta benda dari kerugian lainnya (Pasal 81)
  • Bela diri (Pasal 96 dan 97)
4. Pembatasa pembelaan diri diatur dalam pasal 99 s/d 106 denhgan ketentuan sebagai berikut:
  • Serangan itu mengkhawatirkan, menyebabkan kematian atau luka bagi si pembela (pasal 99).
  • Serangan tiu datangnya dari pejabat, kendati di pandang kurang tepat/salah (Pasal 100).
  • Si pembela diri sebenarnya cukup waktu untuk memperoleh pertolongan dari pejabat (Pasal 99).
5. Jika tindakan itu dilakukan karena:
  • Berdasarkan kekuasaan kehakiman oleh hakim (Pasal 77) atau mengira seperti itu (Pasal 79).
  • Sesuai dengan perundangan (Pasal 79).
6. Peniadaan pidana karena dibuat mabuk oleh orang lain di atur dalam Pasal 85,86  
7. Peniadaan pidana karena factor kekeliruan, bukan karena ketidaktahuan mengenai hukum / perundang-undangan (di atur dalam Pasal 76).
8. Peniadaan pidana karena kerugian yang di akibatkan tindakan itu relative sangat kecil (diatur dalam Pasal 95).
9. Karena telah ada persetujuan dari si penderita terlebih dahulu, yaitu:
  • Permainan/olahraga: anggar, tinju, dll (diatur dalam Pasal 87).
  • Dibidang pengobatan/operasi (diatur dalam Pasal 88 ).
  • Suatu tindakan dimana si penderita di bawah perwalian (Pasal89).
  • Tindakan dilakukan sebenarnya tanpa persetujuan, tetapi karena keadaan darurat ditolong dengan itikad baik (diatur dalam Pasal 92).
10. Karena pengumuman adalah untuk kepentingan/ keuntungan si penderita,(Pasal 93).

F. Criminal Law Code of Republic of China
Dalam Criminal Law Code of People’s Republic of China masalah peniadaan pidana memuat sejumlah ketentuan terhadap seseorang yang tidak dapat dipidana yaitu sebagai berikut:
  1. Anak di bawah umur 14 tahun, maksudnya adalah anak yang berumur antara 14 – 16 tahun, hanya dipertanggungjawabkan dalam tindak pidana berat saja (diatur dalam Pasal 14).
  2. Sakit ingatan (diatur  dalam Pasal 15).
  3. Tuli,bisu, dan buta (diatur dalam Pasal 16).
  4. Alasan yang tidk dapat dielakkan (diatur dalam Pasal 18).
  5. Turut serta melakukan suatu tindak pidana, karena dipaksa atau karena kecurangan (diatur dalam Pasal 25).
  6. Untuk kepentingan umum, ia mencegah suatu pelanggaran (diatur dalam Pasal 17).
  7. Untuk kepentingan umum ia mencegah timbulnya suatu bahaya (diatur dalam Pasal 18).
  8. Padanya tidak terdapat unsur kesalahan (Pasal 11 dan 12 CLC).
  9. Percobaan dalm tingkat, sifat tindakan tertentu diatur berturut-turut dalam Pasal 19, 20, 21, dan Pasal 15, menentukan keadaan mabuk melakukan tindak pidana tidak menghilangkan pertanggungjawaban pidana.
  10. Adanya penyerahan diri dalam hal tindak pidana ringan (Pasal 63)

0 comments: